Membaca harian Kompas edisi 6 Desember 2010 penulis tertarik pada salah satu artikel yang di tulis oleh pakar pemasaran kita, Hermawan Kertajaya. Artikel tersebut berjudul ‘Anak Muda Suka Begadang’. Di dalam tulisan tersebut, Hermawan menyatakan bahwa saat ini kecenderungan begadang pada anak-anak muda makin meningkat. Kenapa ?
Inilah alasan-alasan yang mereka sebutkan :
"Enak, tidak panas, nongkrong di pinggir jalan jadi lebih sepi, nggak kena polusi knalpot, nggak brisik, jadi lebih enak ngobrol..." demikian pengakuan sekelompok anak muda yang sedang kongko-kongko di pinggir jalan raya di selatan Jakarta. “Di rumah nggak bisa tidur, terus kalau mau ngobrol atau iseng nyoba lagu sama teman-teman jadi ganggu penghuni rumah yang mau tidur. Sudah gitu inspirasi bikin musik lebih keluar kalau begadang," ujar seorang gitaris dari sebuah band kampus. ( Kompas, edisi 6 Desember 2010 ).
Bahkan, seperti dinyatakan dalam tulisan tersebut, sejumlah klub otomotif yang anggotanya anak muda di bilangan Jakarta Selatan malah lebih tampak sebagai kelompok nongkrong begadangan daripada kelompok otomotif. Ketertarikan mereka pada dunia otomotif memang dasar mereka bertemu, selain kepemilikan merek mobil yang sama. Selebihnya, bahkan kalau boleh dibilang pengikat utamanya, adalah kebutuhan untuk kongko-kongko, nongkrong hingga subuh sambil ngobrol tentang segala hal, dari otomotif sampai politik, trend, hingga mungkin berujung curhat dan keluhan persoalan romantika hidup yang biasa dialami anak muda.
Jika kita amati fenomena di atas, ternyata yang memiliki kebiasaan begadang bukan hanya anak-anak berduit yang mampu ‘berbelanja’ ke pusat-pusat hiburan malam semisal klub-klub, diskotek, atau tempat-tempat lain yang lebih sering disebut sebagai tempat "dugem" saja. Remaja-ramaja ‘bokek’ pun butuh tempat untuk begadang. Maka tak heran jika emperan-emperan supermarket/minimarket, trotoar jalanan atau alun-alun kota sering menjadi tempat favorit untuk begadang.
Peluang bisnis apa yang bisa diambil dari kebiasaan tersebut ?
Para remaja penikmat kebiasaan begadang ini memerlukan sesuatu yang bisa melengkapi aktifitas begadang ini. Apa itu ? Yang pasti rokok, kopi atau minuman yang lain dan makanan ( baik makanan ringan atau berat ). Maka tak heran jika semakin hari semakin banyak warung-warung lesehan malam yang di gelar di alun-alun atau trotoar jalanan. Warung-warung ini biasanya menyediakan menu-menu yang tidak rumit. Misalnya, kopi, STMJ, susu dan minuman sejenis. Makanan yang disediakan biasanya berupa gorengan, jagung bakar, nasi bungkus atau mie instant.
Melihat eksistensi warung-warung semacam ini banyak diserbu pelanggan, maka bisa diprediksi jika pada tahun 2011 akan semakin banyak muncul warung-warung lesehan malam. Hal ini mengingat kecenderungan remaja yang begadang semakin meningkat, seperti diuraikan di atas, dan untuk mendirikan warung seperti itu tidak dibutuhkan modal besar dan ketrampilan khusus. Ini berarti, bagi pemain baru di bisnis ini sudah harus memperhitungkan pembeda ( diferensiasi ) yang bernilai sebagai kekuatan dagangannya.
Salah seorang adik teman saya telah melakukan bisnis ini sejak setahun lalu. Ia buka warung lesehan di trotroar jalan di muka rumahnya. Kebetulan rumah orangtuanya di tepi jalan. Yang disebut warung di sini adalah berupa tenda untuk melindungi dari hujan, karpet yang digelar di trotoar, meja-meja pendek ( karena tidak menggunakan kursi ), alat-alat hiburan, dan rombong tempat dagangan dan masak. Dia berjualan sendiri dibantu oleh istrinya. Tanpa menggunakan pembantu yang dibayar.
Penulis pernah menanyakan besarnya omsetnya dalam semalam. Jawabannya membuat saya terkejut. Kalau pas sepi, omset penjualannya berkisar dua ratus ribu rupiah ( kecuali kalau hujan bisa lebih kecil dari itu ). Jika ramai bisa mencapai empat ratus ribu rupiah semalam. Lalu, saya tanya, berapa modalnya untuk omset sebesar itu. Menurut perkiraan dia adalah separohnya. Bayangkan ! Untuk usaha sesederhana itu ia bisa meraup laba seratus ribu sampai dua ratus rupiah per malam. Sebuah usaha sederhana yang menjanjikan.
‘Warung malam’ ini memang tampak lebih ramai jika dibanding warung-warung yang lain. Apa rahasianya ?
Rupanya adik teman saya ini memahami arti penting dari diferensiasi meski tak pernah kuliah marketing. Pembeda utama yang paling mencolok dibanding kompetitor di sekitarnya adalah ada hotspotnya. Internet yang ada di rumahnya diberinya acces poin dan di tarik ke teras rumahnya. Ini merupakan fasilitas ‘mewah’ bagi warungnya yang ada tulisannya ‘free hotspot’. Selain itu, juga ada fasilitas-fasilitas yang lain yang juga disediakan oleh kompetitornya seperti papan catur, kartu, atau televisi.
Selain punya pembeda hotspot, ia juga memasarkan dan menjalin hubungan baik dengan para pelanggannya melalui sarana jejaring sosial, facebook. Ia kerap menyapa para pelanggannya melalui facebook ini. Yang dimaksud menyapa di sini adalah membicarakan hal-hal yang menjadi pembicaraan seru di warungnya semalam di facebook. Jadi, secara tidak langsung, ia telah membentuk komunitas pelanggannya melalui sarana jejaring sosial itu.
Siapa ingin mencoba bisnis ini di tahun 2011 ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar