Minggu, 05 Desember 2010

Brand Image

Brand Image ! Itulah kalimah sakti yang dipercaya sebagai jantung kehidupan sebuah corporat bisnis. Karena brand image lah mengapa Anda lebih memilih televise merk Sony daripada merk Panasonic. Karena brand image jua lah banyak orang memilih sepeda motor Honda daripada Yamaha, atau sebaliknya.
Coba tanyakan kepada mereka, mengapa mereka memilih merk tertentu dan tidak memilih merk lainnya ?  Jawabnya bisa bervariasi. Lebih awet, lebih kuat, lebih nyaman, harga jualnya tinggi kalau di jual lagi dan berbagai alasan lainnya. Lalu tanyakan sekali lagi kepada mereka, apakah mereka telah mengadakan survey atau meneliti kualitas produk yang mereka pilih ?  Jawabnya sebagian besar pasti menyatakan tidak. Lalu dapat darimana alasan mereka ? Dari teman, itulah jawaban yang bisa digunakan. Lalu tanya kepada teman yang memberi tahu alasan tersebut, jawabannya pasti sama, juga dari teman. Kalau kita teruskan lagi, kita akan dapati jawaban yang sama, dari teman !


Dengan demikian keputusan seseorang membeli suatu produk tidak hanya ditentukan oleh atribut-atribut fisik yang melekat secara nyata pada produk tersebut, tetapi terutama dipengaruhi oleh faktor-faktor yang intangible, yang tidak nyata. Faktor-faktor intangible ini yang dikelola dengan serius oleh berbagai coorporat bisnis untuk memenangkan kompetisi di pasaran global. Perusahaan-perusahaan yang tidak mampu mengelola faktor ini akan tenggelam. Brand image merupakan salah satu unsur penting dari faktor ini.
Asumsi yang menyatakan bahwa selain faktor yang tangible, faktor intangible juga sangat berperan dalam menarik konsumen untuk memilih sebuah produk dikembangkan sejak digunakan konsep pemasaran dalam corporat bisnis. Sebelumnya, perusahaan-perusahaan berasumsi bahwa asal kualitas produknya bagus dan harganya memadai sebuah produk pasti laku dijual.
 Pada saat produsen belum terlalu banyak sehingga konsumen harus ‘berebut’ untuk mendapatkan sebuah produk, asumsi di atas terasa masuk akal. Namun, di saat dunia di landa depresi ekonomi tahun ’30-an, asumsi di atas gugur dengan sendirinya. Perusahaan-perusahaan harus membentuk divisi baru yang khusus bertugas menjual produk-produk yang dihasilkan.  Divisi baru ini, disebut divisi penjualan, memerlukan usaha keras dalam promosi. Divisi ini memperoleh perhatian yang serius dari pihak manajemen perusahaan.
Namun sayang, dalam perjalanannya, divisi penjualan ini mendapatkan reputasi yang kurang baik. Masa ini disebut sebagai jaman ‘menjual keras’. Era ini ditandai dengan penjualan door to door. Para sales mendapat pelatihan-pelatihan intensif sehingga memiliki ketrampilan yang luar biasa untuk membujuk, merayu dan bahkan ‘memaksa’ calon konsumen untuk membeli produk yang mereka tawarkan. Akibat dari kelakuan para sales yang demikian, orang-orang mulai memandang negatif terhadap para sales yang mendatangi rumah-rumah mereka. Ini menjadi salah satu penyebab kegagalan dari divisi penjualan.  Era menjual keras ini berumur tidak terlalu panjang, yakni mulai tahun ’30-an hingga tahun ’50-an untuk negara-negara maju. Namun di negara-negara berkembang, model penjualan seperti ini masih banyak dilakukan, terutama oleh perusahaan-perusahaan kecil dan tradisional.
Setelah model penjualan mulai surut, perusahaan-perusahaan bisnis mulai menganut konsep baru, yang disebut dengan konsep pemasaran. Dalam model penjualan, divisi penjualan bekerja di akhir daur produksi. Setelah suatu produk dihasilkan, divisi penjualan baru bekerja menjual produk. Sedangkan dalam konsep pemasaran, mereka sudah dilibatkan sejak sebuah produk belum diproduksi. Mereka harus mampu mengintegrasikan pemasaran ke dalam setiap tahap dari operasi perusahaan.
Asumsi yang dimajukan oleh  konsep pemasaran adalah semua aktivitas perusahaan adalah untuk memberi kepuasan terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen. Sehingga, dalam perencanaan produk harus didasarkan atas hasil pengkajian tentang kebutuhan konsumen. Seperti diilustrasikan di awal tulisan ini, bahwa konsumen tidak cukup hanya dipuaskan oleh atribut-atribut fisik suatu produk. Lebih dari itu, faktor-faktor intangible sangat berperan dalam memikat hati calon konsumen. Karena itu, manajemen pemasaran dituntut mampu mengelola faktor-faktor intangible ini untuk memacu penjualan perusahaan.
Namun demikian, kunci keberhasilan dari penerapan konsep pemasaran bukan terletak pada manajemen pemasaran, tetapi pada manajemen puncak sebuah perusahaan atau organisasi. Seorang eksekutif puncak di International Mineral and Chemical Corporation mengatakan :”Sebuah perusahaan tidak akan menjadi sadar konsumen hanya karena keputusan dan perintah. Karena semua organisasi cenderung untuk mencontoh pemimpinnya, sehingga penting untuk seorang pemimpin bisnis menjadi sepenuhnya sadar konsumen.... Dia akan dapat mengembangkan sebuah suasana, atmosfir dan semangat kesatuan yang memantulkan citra bahwa konsumen adalah raja di perusahaan kami, dan gagasan ini meresap ke seluruh bagian dalam perusahaan.” ( “Prinsip Pemasaran”, William J Stanton dan Y.Lamarto,1991 ).
Secara umum perusahaan-perusahaan di negara-negara barat telah menerapkan konsep pemasaran ini. Presiden Direktur Burroughs Corporation berkata :”Setiap perusahaan yang bukan merupakan organisasi pemasaran tidak bisa dikatakan sebagai perusahaan.” Presdir Pepsi-Cola menyatakan :”Bisnis kita adalah bisnis pemasaran.”
Namun sayangnya, di negara kita, terutama perusahaan-perusahaan yang dikelola oleh pribumi masih belum bisa membedakan konsep penjualan denngan konsep pemasaran. Dalam buku di atas dinyatakan bahwa di bawah konsep penjualan, sebuah perusahaan membuat produk dan kemudian mendayagunakan aneka metoda penjualan untuk membujuk konsumen membeli produknya. Ini berarti perusahaan mengarahkan permintaan konsumen agar sesuai dengan suplai yang diajukan. Sebaliknya di bawah konsep pemasaran perusahaan menjajagi apa yang dingini oleh konsumen dan kemudian berusaha mengembangkan produk yang akan memuaskan keinginan konsumen dan sekaligus memperoleh laba. Di sini perusahaan menyesuaikan suplai mereka untuk memenuhi permintaan konsumen.
Intisari perbedaan antara penjualan dan pemasaran adalah sebagai berikut :
Penjualan
Pemasaran
1
Tekanan pada produk
Tekanan pada keinginan konsumen
2
Perusahaan pertama-tama membuat produk dan kemudian mereka-reka bagaimana menjualnya
Perusahaan pertama-tama menentukan apa yang diingini konsumen dan kemudian mereka-reka bagaimana membuat dan menyerahkan produknya untuk memenuhi keinginan itu
3
Manajemen berorientasi ke volume penjualan
Manajemen berorientasi ke laba perusahaan
4
Perencanaan berorientasi ke hasil jangka pendek, berdasarkan produk dan pasar
Perencanaan berorientasi ke hasil jangka panjang, berdasarkan produk-produk baru, pasar hari esok, dan pertumbuhan yang akan datang

1 komentar:

  1. Asa syarikat pinjaman pinjaman bersedia untuk meminjamkan mana-mana jumlah yang anda perlukan untuk memulakan perniagaan peribadi anda. kami memberi pinjaman pada kadar faedah 3%, jadi Sila memohon pinjaman pertanian pertanian. jika anda memerlukan hubungan pinjaman e-mel kami: asaloantransfer@gmail.com, anda juga boleh menghubungi e-mel ini: finance_institute2015@outlook.com

    Mungkin ada banyak sebab mengapa anda perlu akses kepada beberapa wang tunai tambahan - daripada yang tidak dijangka pembaikan kereta atau rumah untuk membayar untuk perkahwinan anda atau cuti khas. Tetapi apa sahaja yang anda memerlukannya, apabila anda meminjam antara $ 5,000 USD untuk 100,000 USD di atas

    Asa loan lending company are ready to loan you any amount you need to start up your personal business. we give out loan at 3% interest rate, so Kindly apply for agricultural farming loan. if you need loan contact our email:asaloantransfer@gmail.com, you can also contact this email:finance_institute2015@outlook.com. There could be many reasons why you need access to some extra cash – from unexpected car or home repairs to paying for your wedding or a special holiday. But whatever you need it for, when you borrow between $5,000 USD to 100.000 USD above

    BalasHapus